Istri Terlalu Mandiri, Bahaya ! Oleh ustz cahyadi T

Suami dan istri itu bersifat "saling". Mereka
menjadi utuh karena keduanya bersatu dalam
ikatan cinta. Mereka berdua saling terikat satu
sama lain, saling memerlukan satu sama lain,
dan bahkan dalam beberapa sisi harus merasa
saling tergantung satu sama lain. Maka ketika
ada suami yang terlalu mandiri, semuanya
diselesaikan sendiri, lalu apa fungsi istri?
Demikian pula ketika ada istri yang terlalu
mandiri, semuanya diselesaikan sendiri, lalu
apa fungsi suami?
Suami bisa saja menyelesaikan sendiri semua
keperluannya. Mencari nafkah, mencuci baju,
menyiapkan sarapan, membuat kopi,
membersihkan kamar tidur dan semua
keperluan hidup lainnya. Seperti anak kos yang
mengerjakan sendiri semua keperluan
hidupnya. Namun jika ia selesaikan semuanya
sendirian, lalu bagaimana perasaan istri yang
tidak bisa memberikan bantuan apapun
kepada suaminya? Bukankah ia akan merasa
tersisih karena tidak ada yang bisa dikerjakan
untuk sang suami?
Demikian pula istri bisa saja menyelesaikan
sendiri semua keperluannya. Mencari nafkah
sendiri, mencuci baju, menyiapkan sarapan,
membuat teh, membersihkan rumah,
mengasuh anak dan semua keperluan hidup
lainnya. Namun jika ia selesaikan semuanya
sendirian, lalu bagaimana perasaan suami yang
tidak bisa memberikan bantuan apapun
kepada istrinya? Bukankah ia akan merasa
tersisih karena tidak ada yang bisa dikerjakan
untuk sang istri? Ia tidak bisa merasa menjadi
pahlawan bagi istrinya.
Maka, semandiri apapun para istri, sisihkan
ruang dalam diri anda untuk tergantung
kepada suami. Sehebat apapun diri para istri,
sisihkan ruang kemanjaan dalam diri anda
untuk dipenuhi oleh suami. Para istri tidak
boleh berprinsip “aku bisa mengerjakan
semuanya sendiri”, walaupun kenyataannya
anda memang bisa. Batasi kemandirian anda.
Karena hal ini akan membuat anda berada
pada posisi saling asing dengan suami. Ketika
suasana saling asing, tidak merasa saling
memerlukan, tidak merasa saling tergantung
sudah mulai muncul antara suami dan istri,
mereka akan semakin menjauh satun dengan
yang lain.
Hubungan akan semakin renggang karena
keduanya merasa bisa menyelesaikan urusan
dan keperluan masing-masing. Ada
kekosongan dalam jiwa suami, yang merasa
tidak bisa menjadi superhero bagi
keluarganya. Ada kekosongan dalam jiwa istri,
yang merasa tidak diperlukan oleh suami.
Kekosongan ini bisa membahayakan
kebahagiaan keluarga, karena berpeluang diisi
oleh yang lain. Karena ada kekosongan, maka
suami dan istri berusaha mencari
pemenuhannya. Di sisi lain, ada seseorang
yang bersedia memenuhi kekosongan jiwa
tersebut. Jadilah perselingkuhan.
Yang dimaksud mandiri bukannya merasa tidak
memerlukan suami. Bukan merasa lebih hebat
dari suami sehingga anda meremehkan dan
melecehkannya. Walaupun kenyataannya anda
memang hebat. Berbeda antara hebat dengan
merasa hebat. Walaupun anda memang hebat,
jika selalu merasa hebat dan selalu merasa
lebih hebat dari suami, justru akan
memunculkan jarak yang memisahkan
hubungan dengan suami. Apa gunanya
kehebatan anda jika justru membuat tidak
bahagia dalam kehidupan keluarga?
Apalagi kehidupan suami istri itu bukan untuk
bertanding dan bersaing dalam soal kehebatan
atau kelebihan. Jika memang istri hebat,
mestinya bisa mengormati suami. Walaupun
karier istri lebih hebat dari suami, penghasilan
istri lebih banyak dari suami, jabatan istri lebih
tinggi dari suami, posisi istri lebih terkenal
daripada suami, namun tidak berarti istri boleh
bersikap arogan di hadapan suami. Bahkan
suami yang memiliki banyak kekurangan dan
kelemahan sekalipun, para istri tidak boleh
menghina dan melecehkannya.
Para istri hendaknya menyediakan ruang
dalam dirinya untuk memiliki sisi
ketergantungan dengan suami. Merasa
memerlukan suami untuk membantu
menyelesaikan berbagai urusan hidupnya.
Dengan cara itu istri telah meletakkan suami
sebagai sosok pahlawan dalam keluarga yang
berjasa memberikan bantuan yang
diperlukannya. Jiwa kepahlawanan dan rasa
tanggung jawab suami menjadi terekspresikan,
dan itu membuat suami lebih semangat, lebih
giat, lebih memiliki tekat untuk maju dan
berkembang.
Suami istri itu harus merasa saling tergantung
satu dengan yang lain. Karena justru dengan
itulah mereka berdua bisa menikmati indahnya
kebersamaan. Bukan bersaing, bukan
bermusuhan, bukan rival, bukan bertanding.
Namun saling membantu, saling memberi,
saling tergantung, dan saling melengkapi.
Alangkah indahnya kebersamaan dalam cinta
dan kasih sayang.
Hormati dan Muliakan Posisi Suami
Dalam kehidupan berumah tangga, ada posisi
yang jelas pada setiap anggotanya. Telah
dibahas dalam bagian sebelumnya saat
membahas karakter istri salihah yang harus
mentaati suami, bahwa suami adalah
pemimpin dalam keluarga, atau kepala
keluarga. Sebagai pemimpin ia harus ditaati
dan dipatuhi, selama tidak dalam konteks
maksiat atau kejahatan dan pelanggaran.
Kepemimpinan suami adalah kepemimpinan
cinta, kasih dan sayang. Kepemimpinan dalam
bingkai sakinah, mawadah wa rahmah.
Kendati ada posisi yang berbeda antara suami
sebagai kepala keluarga dengan istri sebagai
pengelola kerumahtanggaan, namun mereka
adalah mitra yang saling membutuhkan, saling
menguatkan, saling tergantung satu dengan
yang lainnya. Kendati ada hirarki karena suami
sebagai pemimpin, namun suami tidak boleh
sewenang-wenang terhadap istri. Suami harus
bersikap lembut, bijak dan santun terhadap
istri. Karena posisi seperti inilah, suami layak
dihormati dan dimuliakan.
Seruan modernitas yang mengajak suami dan
istri memiliki kesetaraan dan kesamaan posisi,
kadang justru membuat ketidakjelasan dalam
manajemen keluarga. Karena pengaruh arus
demokrasi, demokratisasi, kesetaraan gender,
dan isu-isu modernitas lainnya, seakan-akan
mengajak kita meninggalkan nilai-nilai yang
dianggap kuno dan tradisional. Padahal dalam
nilai-nilai tradisional tersebut, terkandung
filosofi yang sangat dalam, yang bisa jadi tidak
dimiliki oleh pemikiran modern yang serba
rasional.
Relasi antara suami dan istri, antara yang
memimpin dengan landasan cinta dan yang
patuh dengan landasan cinta pula,
menempatkan mereka berdua dalam hirarki
cinta. Ada yang memiliki otoritas
kepemimpinan dan ada yang memiliki
kepatuhan, semuanya dalam bingkai cinta
kasih. Bukan kesewenangan, bukan kezaliman,
bukan kediktatoran. Dalam relasi seperti ini,
terdapat kejelasan manajemen dalam
keluarga, yang membuat semua pihak merasa
nyaman dan bahagia.
Nadia Felicia melaporkan hasil sebuah studi di
Praha, Cheko, yang menunjukkan bahwa
pasangan suami istri akan cenderung lebih
bahagia dan memiliki lebih banyak anak bila
salah satu dari keduanya bersifat dominan
dalam kehidupan keluarga.Pasangan yang
salah satunya berkepribadian dominan dan
yang lain bersikap penurut,diyakini bisa
membantu mempercepat meredakan
pertengkaran sekaligus mempermudah kerja
sama di antara mereka berdua.
Penelitian dari Charles University di Praha
tersebut melibatkan 240 lelaki dan perempuan
sebagai responden. Hasil penelitian
menunjukkan, lebih banyak keluarga yang
orangtuanya terdiri dari satu dominan dan satu
penurut. Jumlah orangtua yang sifat
hubungannya mengutamakan kesetaraan
tergolong jarang.
Biasanya masyarakat yang terpengaruh
modernitas berpendapat,sebuah keluarga yang
salah satunya bersikap dominan dan yang lain
bersikap penurut dianggap tidak baik untuk
kelanggengan hubungan. Hal itu dianggap
sebagai bentuk kekolotan sikap dan terlalu
tradisional. Namun, temuan dari penelitian
tersebut justru menunjukkan hasil yang
sebaliknya.Kesetaraan hubungan tidak selalu
mengarah kepada kelanggengan dan
kebahagiaan hubungan. Ide tentang
kesetaraan posisi suami istri ternyata justru
membuat mudah memicu konflik yang sulit
diredakan.
Para peneliti menyatakan, sikap salah satu
pihak yang bersikap dominan dan satu lagi
bersikap penurut, cenderung menciptakan
kohesi dalam hubungan. Hal ini melahirkan
tindakan kooperatif di antara suami dan istri,
serta meningkatkan kemampuan pasangan
tersebut dalam mengatasi tantangan yang
menghadang.Penelitian ini juga menunjukkan,
tekanan berlebihan terhadap masyarakat
modern agar pasangan selalu menjunjung
kesetaraanbisa mengakibatkan penindasan.
Pasangan yang kedua pihaknya memiliki sikap
keras dan kepribadian yang keras cenderung
menghasilkan jumlah anak yang sedikit. Para
peneliti juga menemukan, di dalam hubungan
yang menjunjung tinggi kesetaraan, konflik
kecil pun bisa meningkat dan menjadi besar
akibat ada kompetisi yang tidak disadari.
Akhirnya keluarga yang mengagungkan
kesetaraan justru lebih mudah dilanda konflik
dan ketegangan, dan sulit mencapai
kebahagiaan.
Maka, jangan terlalu mandiri dalam kehidupan
berumah tangga. Sehebat apapun para istri,
tetap harus memberikan ruang ketergantungan
kepada suami dan menempatkan suami
sebagai pemimpin yang ditaati dalam cinta
dan kebaikan. Ini yang akan melanggengkan
pernikahan.
Sumber: ilustrasi : www.ehow.com
Bahaya Istri Terlalu Mandiri
Istri yang terlalu mandiri, bisa memicu
munculnya perselingkuhan. Sebuah survei
yang dilakukan oleh General Social Survei dari
National Opinion Research menemukan data
yang mengejutkan. Ternyata, sekarang ini
jumlah istri yang berselingkuh meningkat
pesat, sedangkan jumlah suami yang
melakukan perselingkuhan terbilang stabil.
Peningkatan jumlah istri yang berselingkuh
sebanyak 15 % menjadi 30 %, sedangkan
jumlah suami yang selingkuh tercatat masih
konsisten pada kisaran angka 21 %.
Menurut Patricia Johnson dan Mark Michaels,
pakar hubungan dan pernikahan, hal ini
disebabkan oleh karena kemampuan kaum
perempuan dalam menopang hidup secara
finansial yang semakin meningkat. Kondisi ini
membuat kaum perempuan merasa mandiri
dan tidak memerlukan peran laki-laki untuk
mencukupi kebutuhan nafkah mereka.
Penghasilan kaum perempuan yang mengalami
peningkatan pesat dibandingkan 20 tahun yang
lalu ini, membuat mereka merasa lebih mandiri
dan tidak bergantung pada suami. Situasi
seperti ini membuat mereka tidak terlalu
mengkhawatirkan perceraian.
Temuan ini sejalan dengan hasil survei yang
dipublikasikan oleh American Academy of
Matrimonial Lawyers Chicago. Mereka
menemukan, pernikahan yang kandas akibat
perselingkuhan, umumnya dikarenakan
perselingkuhan dari pihak istri. Selama ini
stereotip yang muncul dalam konteks
perselingkuhan adalah pihak laki-laki atau
suami yang paling banyak melakukan
perselingkuhan. Namun data ini memberikan
informasi baru kepada kita tentang
peningkatan jumlah perselingkuhan dari
kalangan istri.
Survei terhadap 2.000 pasangan di Inggris juga
menunjukkan hasil serupa. Seperempat
responden perempuan atau 25 % pernah
berselingkuh, sedangkan 28% tergoda untuk
melakukannya.Penelitian lain dilakukan oleh
sebuah majalah perempuan terbitan Australia
terhadap 615 perempuan berusia di atas 18
tahun. Hasilnya cukup mengejutkan, 1 dari 5
perempuan Australia berselingkuh. Menurut
survei ini, perempuan dengan tingkat ekonomi
relatif tinggi lebih rentan terhadap
perselingkuhan dibanding perempuan dari
kelompok sosial ekonomi rendah atau yang
tidak memiliki pendapatan sendiri, termasuk
ibu rumah tangga.
Menurut Michael Mary, peneliti asal Jerman
dan penulis buku “Die
Glucksluege”,meningkatnya jumlah perempuan
yang berselingkuh disebabkan oleh perubahan
motivasi mereka untuk menikah. Dulu
perempuan menikah karena ingin
mendapatkan jaminan finansial. Kini, ketika
mereka punya peluang berkarier lebih besar,
mereka dapat memenuhi sendiri kebutuhan
hidup, termasuk dalam kebutuhan finansial.
Karenanya bagi mereka, perkawinan lebih
dilandasi oleh kemurnian perasaan cinta
terhadap pasangan, bukan karena
pertimbangan eknomi atau finansial.
Pendapat Mary ini sejalan dengan hasil
penelitian majalah perempuan Australia, bahwa
perempuan karier yang punya penghasilan
cukup umumnya menikah bukan demi status
sosial atau jaminan finansial. Inilah yang
menyebabkan kaum perempuan tidak khawatir
dengan perceraian karena mereka merasa bisa
hidup mandiri tanpa tergantung kepada suami.
Mereka menjadi istri yang terlalu mandiri,
merasa tidak tergantung dengan suami.
Mereka merasa bebas menentukan langkah
hidupnya sendiri tanpa harus mendialogkan
dengan suami.
Mandiri itu baik, tetapi terlalu mandiri justru
menjadi masalah tersendiri. Maka, selalu
sediakan ruang dalam diri anda untuk
tergantung kepada pasangan, agar ia
mengisinya.
Bahan Bacaan :
Nadia Felicia, Pasangan dengan Satu Pihak
yang Dominan Lebih Langgeng, dalam http://
www.beritasatu.com/gaya-hidup/247687-studi-
pasangan-dengan-satu-pihak-yang-dominan-
lebih-langgeng.html
Shinta Kusuma, Mengapa Wanita
Berselingkuh? dalam www.pesona.co.id/relasi/
keluarga/
mengapa.wanita.berselingkuh/003/001/64
https://
teknologitinggi.wordpress.com/2014/07/30/
jumlah-istri-yang-selingkuh-semakin-
meningkat/

Komentar